Komprehensi
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti mampu menangkap dengan
baik.Sedangkan bahasa memiliki arti sistem atau lambang bunyi yang arbiter,
yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.Jadi, komprehensi bahasa memiliki
arti kemampuan untuk menangkap dengan baik sistem atau lambang bunyi yang
arbiter.
A.
Proses
Membaca dan Menyimak
1.Proses membaca
Membaca
merupakan penafsiran bermakna terhadap bahasa tulis.Hakikat kegiatan membaca
adalah memperoleh makna yang tepat.Pengenalan kata dianggap sebagai suatu
prasyarat yang diperlukan bagi komprehensi bacaan, tetapi pengenalan kata tanpa
komprehensi sangat kecil nilainya (Harris dan Sipay via Zuchdi, 2008:16).Dalam
membaca ada dua tahap utama, yaitu tahap pemula dan tahap lanjut.
a.Tahap pemula
Tahap
pemula adalah tahap yang mengubah manusia dari tidak dapat membaca menjadi
dapat membaca. Pada tahap pemula, anak perlu memperhatikan dua hal:
1)
Keteraturan
bentuk
Kemampuan anak untuk
memahami akan adanya keteraturan bentuk huruf mempunyai prasyarat yang sifatnya
psikologis dan neorulogis. Dari segi psikologi, anak harus terlebih dahulu
telah mengembangkan kemampuan kognitifnya sehingga dia telah dapat membedakan
suatu bentuk dari bentuk yang lain. Mainan yang berbentuk bintang, bundar, lonjong,
ikan, burung, dan sebagainya yang terbuat dari plastik yang dimasukkan ke
lubang-lubang yang pas pada sebuah kotak dapat dipakai sebagai indicator akan
adanya kemampuan kognitif tersebut. Dengan kemampuan kognitif ini, anak akan
telah dapat membedakan garis lurus, bundaran, bengkokan, setengah lingkaran,
dan sebagainya.
2)
Pola
gabungan huruf
Di samping atensi dan
motivasi, anak harus telah pula mengaikan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Anak tidak akan dapat mulai membaca bila dia belum menyadari bahwa apa yang
telah dapat dia ucapkan itu bisa dikaitkan dengan corat-coret pada secarik
kertas. Dia telah harus mengembangkan kemampuan untuk memakai symbol.
Simbolisasi ini diperlukan karena anak harus telah menyadari bahwa apa yang
dalam memori dia selama ini tersimpan dalam bentuk bunyi kini dapat disimbolkan
dalam bentuk huruf. Tentunya, tempat untuk bunyi dan untuk huruf itu terpisah
dalam otak.
b.
Tahap
Lanjut
Tahap
lanjut adalah tahap di mana prosesnya bukan terkonsentrasi pada kaitan antara
huruf dengan bunyi tetapi pada makna yang terkandung dalam bacaan. Proses
membaca tahap lanjut menekankan pemahaman makna dari bahan yang dibaca meskipun
ini tidak berarti bahwa pada tahap pemula tidak ada makna yang terkait.
Perbedaan yang mencolok antara kedua tahap ini adalah bahwa pembaca pada tahap
lanjut tidak lagi harus memperhatikan keteraturan bentuk huruf lagi.Kemampuan
untuk ini telah dilaluinya dan kini dia masuk ke pemahaman makna.
Pada
tahap ini membaca dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk menganalisis input yang berupa bahan tertulis dan
menghasilkan output yang berupa
pemahaman atas bahan tersebut (Ram dan Moorman via Soenjono, 2010: 303). Ada
beberapa prasyarat yang harus telah dimiliki oleh pembaca.
1)
Kemampuan
pemrosesan kata dan kalimat
Masukan yang berupa
kata-kata ini harus diproses kata demi kata dan kalimat demi kalimat –
bagaimana makna kata itu diretrif, bagaimana makna kata terkait dengan makna
kata yang lain, apa yang menjadi referen pada anaphora, pengudaran kata-kata
yang ambigu dari konteks, peran tanda baca, dan untuk bahasa-bahasa yang
mempunyai kala (tenses) perbedaan
makna yang disebabkan oleh kala.
2)
Kemampuan
untuk memahami apa yang tersirat dalam bacaan
Seorang penulis tidak
selamanya menyatakan sesuatu secara eksplisit. Pembaca harus dapat memahami apa
yang tidak tertulis dalam bahan bacaan itu. Kalau seorang penulis berbicara
tentang kota besar dan yang ditonjolkan adalah macetnya lalu lintas, banyaknya
kejahatan, sukarnya mencari pekerjaan dan hal-hal lain yang bersifat negative
maka pembaca harus tahu bahwa yang tersirat dalam tulisan itu adalah bahwa
hidup di kota itu tidak menyenangkan.
3)
Kemampuan
untuk menangani ihwal yang baru
Waktu membaca
seringkali kita temukan kata-kata baru maupun kata-kata yang pemakaiannya
berbeda dari apa yang telah biasa kita dengar dan pakai sebelumnya.
4)
Kemampuan
untuk memilih
Orang membaca ada
tujuannya. Dua orang yang membaca satu bahan bacaan yang sama dapat
menghasilkan komprehensi yang berbeda bila tujuan mereka berbeda.
2.Proses Menyimak
Menyimak sebagai proses
psikolinguistik dibagi menjadi dua yaitu, proses kontruksi dan proses
utilisasi.
a.
Proses
Kontruksi
Proses
kontruksi merupakan proses ketika penyimak menginterpretasi sebuah tuturan,
hasilnya adalah membanguan suatu representasi dasar untuk tuturan tersebut.
Sebelum penyimak mendengar tuturan, “SBY harus lapang dada menerima hujatan
masyarakat’, tuturan itu tidak dipresentasikan secara langsung.Penyimak harus
membangun proposisi dan hubungan-hubungannya sedikit demi sedikit dari
kata-kata yang didengarnya.
Representasi
dasar memiliki arti bahwa penyimak menandai tuturan dan membaginya menjadi
unit-unit proposisi.Proposisi itu sendiri ditandai dengan hadirnya sebuah
predikasi (dapat dipahami sebagai kata kunci).Setelah itu, penyimak harus
mengambil inti kata-kata dan darinya mengkonstruksi susunan proposisi yang
hirarki.
Penyimak
mengkonstruksi representasi dasar tuturan melalui empat tahap.
1) Mereka
mengambil dan mempertahankan representasi fonologis darinya di dalam tuturan
kasar ke dalam “memeori kerja”.
2) Mereka
dengan segera berusaha untuk mengatur representasi fonologis menjadi
konstituen-konstituen, dengan mengidentifikasi isi dan fungsinya.
3) Saat
mengidentifikasi setiap konstituen, mereka menggunakannya untuk membangun
dalil-dalil yang mendasarinya. Dengan secara terus-menerus membangun ke dalam
representasi hirarki dalil-dalil.
4) Sekali
mereka telah mengidentifikasi dalil-dalil untuk konsituen, mereka
mempertahankannya di dalam memori representasi fonologis tersebut. Dengan
demikian, merupakan penentuan kata nyata dan mempertahankan arti.
Di
dalam proses tersebut, konstituen memegang peranan penting. Kajian yang cukup
bervariasi menegaskan bahwa penyimak,
1)
Merasakan
konstituen-kostituen menjadi keseluruhan yang dipersatukan secara konseptual.
2)
Menggunakannya di dalam
organisasi atau pengaturan tuturan.
3)
Menyimpannya ke dalam
memori kerja sebagi unit-unit
4)
Memperolehnya kembali
dati memeori saat sebuah kalimat telah berakhir.
b.
Proses
utilisasi
Proses
ini memungkinkan penyimak memahami intense pembicara. Pembicara menyampaikan
keinginanya ke dalam tuturan yang dapat dibagi menjadi tiga bagian terpisah, yakni
tindak tutur (speech act), isi proposissional ( the propositional content), dan
isi tematik (the thematic content).
Tidak
semua tuturan menyatakan intense yang sama dengan yang terucapkan. Adakalanya
intense direfleksikan oleh tuturan yang berbeda dari tipe kalimat dan
konstruksi kata-katanya. Dalam proses utilisasi, penyimak dapat memahami
intensitas melalui daya ilokusinya. Setiap tuturan memiliki daya ilokusi yang
berbeda. Searle via Musfiroh membaginya ke dalam lima kategori.
1) Represematives
(represematif)
Pembicara hanya
menyampaikan apa yang menjadi keyakinannya.
2) Directives
(direktif) atau perintah
3) Commissives
(komisis) atau janji
4) Expressive
(ekspresi) atau mengekspresikan perasaan
5) Declaratives
(deklaratif) atau mendeklarasikan sesuatu
Proses
utilisasi terjadi melalui tiga tahap.
1) Saat
mendengarkan tuturan, pendengar mengidentifikasi gerak tuturan, isi
proporsional, dan isi tematis.
2) Memori
pencairan yang berikutnya untuk informasi yang sesuai dengan informasi yang
dibicarakan.
3) Akhirnya,
bergantung pada gerak tuturan, mereka membicarakan informasi baru:
a)
Jika tuturan merupakan
penugasan, mereka menambahkan informasi baru ke dalam memori.
b)
Jika tuturan adalah
pertanyaan ya tidak, mereka membandingkan informasii baru dengan apa yang ada
di dalam memori dan bergantung pada penyesuaian, menjawab ya atau tidak.
c)
Jika ttuturan itu dalah
pertanyaan W-H (what, when, where, why, who, which), mereka mendapatkan kembali
informasi yang diinginkan dan memori menyusun jawaban yang menyampaikan jawaban
itu.
d)
Jika tuturan adalah
sebuah permintaan, mereka menjalankan tindakan yang diperlukan untuk membuat
informasi baru menjadi benar.
Apabila ada informasi yang disampaikan
pembicara bahwa “adalah Julia orang yang menemukan virus itu”, maka penyimak
dalam proses menyimak (bottom up) memasukan begitu saja tahap-tahap itu, tetapi
dalam top-down, penyimak akan meretrif (memanggil kembali) informasi dalam
memori, virus apa yang dimaksud dan telah mengetahui bahwa itu memang telah
ditemukan dan mencocokan kembali guna menyakinkan bahwa namanya tidak salah
(Clark & Clark via Musfiroh,
2004:15)
B.
Permasalahan
Membaca dan Menyimak
1.
Permasalahan
membaca
a. Permasalahan dari dalam diri pembaca
1) Kemampuan
linguistik (kebahasaan)
2) Minat
Seberapa besar
kepedulian pembaca terhadap bacaan yang dihadapinya.
3) Motivasi
Seberapa besar
kepedulian pembaca terhadap tugas membaca atau perasaan umum mengenai membaca dan
sekolah.
4) Kumpulan
kemampuan membaca
Seberapa baik pembaca
dapat membaca.
b.
Permasalahan
di luar pembaca
1) Unsur-unsur
pada bacaan atau ciri-ciri tekstual
a) Kebahasaan
teks
Kesulitan bahan bacaan
b) Organisasi
teks
Jenis pertolongan yang
tersedia berupa bab dan subbab, susunan tulisan, dan sebagainya.
2) Kualitas
lingkungan pembaca
2.
Permasalahan
Menyimak
a.
Gangguan
fisik
1) Lelah
2) Gangguan
pendengaran
3) Bingung
b.
Gangguan
lingkungan
1) Bising
2) Gaduh
c. Ketidakseimbangan
pengetahuan/pandangan penyimak dengan bahan simakan yang disampaikan oleh
pembicara.
d.
Gangguan
nonfisik penyimak
1) Penyimak
tidak memiliki motivasi
2) Penyimak
memiliki tipe-tipe khusus
a) Tipe
bunga karang
Penyimak terlihat
seperti dapat menyimak (pandangan mata) tetapi tidak dapat mencerna.
b) Tipe
berdikari
Penyimak (merasa) tidak
membutuhkan orang lain karena dia dapat mengatasi masalahnya sendiri. Dengan
demikian penyimak tidak memerlukan informasi-informasi penyelesaian yang
diberikan pembicara.
c) Tipe
seniman ingatan
Penyimak menganggap
bahwa semua yang dilakukan pembicara hanyalah pinjaman (yang sewaktu-waktu akan
kembali atau hilang).
d) Tipe
estetis
Penyimak lebih
apresiatif dan menyukai suara musik alam daripada ide yang dilontarkan melalui
pembicaraan atau komunikasi manusia.
e) Tipe
super estelikus
Penyimak hanya menyukai
bunyi-bunyi alat music tertentu seperti biola, tambar bas, dan sebagainya.Tipe
ini merupakan tipe ekstrim dan tipe butir d).
f) Tipe
kutu buku
Penyimak lebih menyukai
kegiatan menimba ilmu dengan membaca dan selalu berusaha menghindari kontak langsung
dengan pembicaraan.
g) Tipe
siap tempur
Penyimak tipe ini
selalu berusaha mengajukan dan mencari jawaban terhadap sesuatu topik yang akan
dibicarakan. Dia tidak memiliki waktu untuk menyimak.Dia telah siap dengan
jawaban sebelum pembicara memulai pembicaraan.
e. Suara
pembicara tidak jelas
f. Symbol
linguistik yang dipakai tidak sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar