Selasa, 27 November 2012

KOMPREHENSI BAHASA


Komprehensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti mampu menangkap dengan baik.Sedangkan bahasa memiliki arti sistem atau lambang bunyi yang arbiter, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.Jadi, komprehensi bahasa memiliki arti kemampuan untuk menangkap dengan baik sistem atau lambang bunyi yang arbiter.
A. Proses Membaca dan Menyimak
1.Proses membaca
Membaca merupakan penafsiran bermakna terhadap bahasa tulis.Hakikat kegiatan membaca adalah memperoleh makna yang tepat.Pengenalan kata dianggap sebagai suatu prasyarat yang diperlukan bagi komprehensi bacaan, tetapi pengenalan kata tanpa komprehensi sangat kecil nilainya (Harris dan Sipay via Zuchdi, 2008:16).Dalam membaca ada dua tahap utama, yaitu tahap pemula dan tahap lanjut.
a.Tahap pemula
Tahap pemula adalah tahap yang mengubah manusia dari tidak dapat membaca menjadi dapat membaca. Pada tahap pemula, anak perlu memperhatikan dua hal:
1)      Keteraturan bentuk
Kemampuan anak untuk memahami akan adanya keteraturan bentuk huruf mempunyai prasyarat yang sifatnya psikologis dan neorulogis. Dari segi psikologi, anak harus terlebih dahulu telah mengembangkan kemampuan kognitifnya sehingga dia telah dapat membedakan suatu bentuk dari bentuk yang lain. Mainan yang berbentuk bintang, bundar, lonjong, ikan, burung, dan sebagainya yang terbuat dari plastik yang dimasukkan ke lubang-lubang yang pas pada sebuah kotak dapat dipakai sebagai indicator akan adanya kemampuan kognitif tersebut. Dengan kemampuan kognitif ini, anak akan telah dapat membedakan garis lurus, bundaran, bengkokan, setengah lingkaran, dan sebagainya.
2)      Pola gabungan huruf
Di samping atensi dan motivasi, anak harus telah pula mengaikan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Anak tidak akan dapat mulai membaca bila dia belum menyadari bahwa apa yang telah dapat dia ucapkan itu bisa dikaitkan dengan corat-coret pada secarik kertas. Dia telah harus mengembangkan kemampuan untuk memakai symbol. Simbolisasi ini diperlukan karena anak harus telah menyadari bahwa apa yang dalam memori dia selama ini tersimpan dalam bentuk bunyi kini dapat disimbolkan dalam bentuk huruf. Tentunya, tempat untuk bunyi dan untuk huruf itu terpisah dalam otak.

b.   Tahap Lanjut
Tahap lanjut adalah tahap di mana prosesnya bukan terkonsentrasi pada kaitan antara huruf dengan bunyi tetapi pada makna yang terkandung dalam bacaan. Proses membaca tahap lanjut menekankan pemahaman makna dari bahan yang dibaca meskipun ini tidak berarti bahwa pada tahap pemula tidak ada makna yang terkait. Perbedaan yang mencolok antara kedua tahap ini adalah bahwa pembaca pada tahap lanjut tidak lagi harus memperhatikan keteraturan bentuk huruf lagi.Kemampuan untuk ini telah dilaluinya dan kini dia masuk ke pemahaman makna.
Pada tahap ini membaca dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk menganalisis input yang berupa bahan tertulis dan menghasilkan output yang berupa pemahaman atas bahan tersebut (Ram dan Moorman via Soenjono, 2010: 303). Ada beberapa prasyarat yang harus telah dimiliki oleh pembaca.
1)      Kemampuan pemrosesan kata dan kalimat
Masukan yang berupa kata-kata ini harus diproses kata demi kata dan kalimat demi kalimat – bagaimana makna kata itu diretrif, bagaimana makna kata terkait dengan makna kata yang lain, apa yang menjadi referen pada anaphora, pengudaran kata-kata yang ambigu dari konteks, peran tanda baca, dan untuk bahasa-bahasa yang mempunyai kala (tenses) perbedaan makna yang disebabkan oleh kala.
2)      Kemampuan untuk memahami apa yang tersirat dalam bacaan
Seorang penulis tidak selamanya menyatakan sesuatu secara eksplisit. Pembaca harus dapat memahami apa yang tidak tertulis dalam bahan bacaan itu. Kalau seorang penulis berbicara tentang kota besar dan yang ditonjolkan adalah macetnya lalu lintas, banyaknya kejahatan, sukarnya mencari pekerjaan dan hal-hal lain yang bersifat negative maka pembaca harus tahu bahwa yang tersirat dalam tulisan itu adalah bahwa hidup di kota itu tidak menyenangkan.
3)      Kemampuan untuk menangani ihwal yang baru
Waktu membaca seringkali kita temukan kata-kata baru maupun kata-kata yang pemakaiannya berbeda dari apa yang telah biasa kita dengar dan pakai sebelumnya.
4)      Kemampuan untuk memilih
Orang membaca ada tujuannya. Dua orang yang membaca satu bahan bacaan yang sama dapat menghasilkan komprehensi yang berbeda bila tujuan mereka berbeda.

2.Proses Menyimak
Menyimak sebagai proses psikolinguistik dibagi menjadi dua yaitu, proses kontruksi dan proses utilisasi.
a.   Proses Kontruksi
Proses kontruksi merupakan proses ketika penyimak menginterpretasi sebuah tuturan, hasilnya adalah membanguan suatu representasi dasar untuk tuturan tersebut. Sebelum penyimak mendengar tuturan, “SBY harus lapang dada menerima hujatan masyarakat’, tuturan itu tidak dipresentasikan secara langsung.Penyimak harus membangun proposisi dan hubungan-hubungannya sedikit demi sedikit dari kata-kata yang didengarnya.
Representasi dasar memiliki arti bahwa penyimak menandai tuturan dan membaginya menjadi unit-unit proposisi.Proposisi itu sendiri ditandai dengan hadirnya sebuah predikasi (dapat dipahami sebagai kata kunci).Setelah itu, penyimak harus mengambil inti kata-kata dan darinya mengkonstruksi susunan proposisi yang hirarki.
Penyimak mengkonstruksi representasi dasar tuturan melalui empat tahap.
1)   Mereka mengambil dan mempertahankan representasi fonologis darinya di dalam tuturan kasar ke dalam “memeori kerja”.
2)   Mereka dengan segera berusaha untuk mengatur representasi fonologis menjadi konstituen-konstituen, dengan mengidentifikasi isi dan fungsinya.
3)   Saat mengidentifikasi setiap konstituen, mereka menggunakannya untuk membangun dalil-dalil yang mendasarinya. Dengan secara terus-menerus membangun ke dalam representasi hirarki dalil-dalil.
4)   Sekali mereka telah mengidentifikasi dalil-dalil untuk konsituen, mereka mempertahankannya di dalam memori representasi fonologis tersebut. Dengan demikian, merupakan penentuan kata nyata dan mempertahankan arti.
Di dalam proses tersebut, konstituen memegang peranan penting. Kajian yang cukup bervariasi menegaskan bahwa penyimak,
1)   Merasakan konstituen-kostituen menjadi keseluruhan yang dipersatukan secara konseptual.
2)   Menggunakannya di dalam organisasi atau pengaturan tuturan.
3)   Menyimpannya ke dalam memori kerja sebagi unit-unit
4)   Memperolehnya kembali dati memeori saat sebuah kalimat telah berakhir.

b.   Proses utilisasi
Proses ini memungkinkan penyimak memahami intense pembicara. Pembicara menyampaikan keinginanya ke dalam tuturan yang dapat dibagi menjadi tiga bagian terpisah, yakni tindak tutur (speech act), isi proposissional ( the propositional content), dan isi tematik (the thematic content).
Tidak semua tuturan menyatakan intense yang sama dengan yang terucapkan. Adakalanya intense direfleksikan oleh tuturan yang berbeda dari tipe kalimat dan konstruksi kata-katanya. Dalam proses utilisasi, penyimak dapat memahami intensitas melalui daya ilokusinya. Setiap tuturan memiliki daya ilokusi yang berbeda. Searle via Musfiroh membaginya ke dalam lima kategori.
1)   Represematives (represematif)
Pembicara hanya menyampaikan apa yang menjadi keyakinannya.
2)   Directives (direktif) atau perintah
3)   Commissives (komisis) atau  janji
4)   Expressive (ekspresi) atau mengekspresikan perasaan
5)   Declaratives (deklaratif) atau mendeklarasikan sesuatu
Proses utilisasi terjadi melalui tiga tahap.
1)   Saat mendengarkan tuturan, pendengar mengidentifikasi gerak tuturan, isi proporsional, dan isi tematis.
2)   Memori pencairan yang berikutnya untuk informasi yang sesuai dengan informasi yang dibicarakan.
3)   Akhirnya, bergantung pada gerak tuturan, mereka membicarakan informasi baru:
a)   Jika tuturan merupakan penugasan, mereka menambahkan informasi baru ke dalam memori.
b)   Jika tuturan adalah pertanyaan ya tidak, mereka membandingkan informasii baru dengan apa yang ada di dalam memori dan bergantung pada penyesuaian, menjawab ya atau tidak.
c)   Jika ttuturan itu dalah pertanyaan W-H (what, when, where, why, who, which), mereka mendapatkan kembali informasi yang diinginkan dan memori menyusun jawaban yang menyampaikan jawaban itu.
d)  Jika tuturan adalah sebuah permintaan, mereka menjalankan tindakan yang diperlukan untuk membuat informasi baru menjadi benar.
Apabila ada informasi yang disampaikan pembicara bahwa “adalah Julia orang yang menemukan virus itu”, maka penyimak dalam proses menyimak (bottom up) memasukan begitu saja tahap-tahap itu, tetapi dalam top-down, penyimak akan meretrif (memanggil kembali) informasi dalam memori, virus apa yang dimaksud dan telah mengetahui bahwa itu memang telah ditemukan dan mencocokan kembali guna menyakinkan bahwa namanya tidak salah (Clark &  Clark via Musfiroh, 2004:15)

B.  Permasalahan Membaca dan Menyimak
1.   Permasalahan membaca
a. Permasalahan dari dalam diri pembaca
1)   Kemampuan linguistik (kebahasaan)
2)   Minat
Seberapa besar kepedulian pembaca terhadap bacaan yang dihadapinya.
3)   Motivasi
Seberapa besar kepedulian pembaca terhadap tugas membaca atau perasaan umum mengenai membaca dan sekolah.
4)   Kumpulan kemampuan membaca
Seberapa baik pembaca dapat membaca.
b.   Permasalahan di luar pembaca
1)   Unsur-unsur pada bacaan atau ciri-ciri tekstual
a)      Kebahasaan teks
Kesulitan bahan bacaan
b)      Organisasi teks
Jenis pertolongan yang tersedia berupa bab dan subbab, susunan tulisan, dan sebagainya.
2)   Kualitas lingkungan pembaca

2.   Permasalahan Menyimak
a.   Gangguan fisik
1)   Lelah
2)   Gangguan pendengaran
3)   Bingung

b.   Gangguan lingkungan
1)   Bising
2)   Gaduh
c.    Ketidakseimbangan pengetahuan/pandangan penyimak dengan bahan simakan yang disampaikan oleh pembicara.
d.   Gangguan nonfisik penyimak
1)   Penyimak tidak memiliki motivasi
2)   Penyimak memiliki tipe-tipe khusus
a)      Tipe bunga karang
Penyimak terlihat seperti dapat menyimak (pandangan mata) tetapi tidak dapat mencerna.
b)      Tipe berdikari
Penyimak (merasa) tidak membutuhkan orang lain karena dia dapat mengatasi masalahnya sendiri. Dengan demikian penyimak tidak memerlukan informasi-informasi penyelesaian yang diberikan pembicara.
c)      Tipe seniman ingatan
Penyimak menganggap bahwa semua yang dilakukan pembicara hanyalah pinjaman (yang sewaktu-waktu akan kembali atau hilang).
d)     Tipe estetis
Penyimak lebih apresiatif dan menyukai suara musik alam daripada ide yang dilontarkan melalui pembicaraan atau komunikasi manusia.
e)      Tipe super estelikus
Penyimak hanya menyukai bunyi-bunyi alat music tertentu seperti biola, tambar bas, dan sebagainya.Tipe ini merupakan tipe ekstrim dan tipe butir d).
f)       Tipe kutu buku
Penyimak lebih menyukai kegiatan menimba ilmu dengan membaca dan selalu berusaha menghindari kontak langsung dengan pembicaraan.
g)      Tipe siap tempur
Penyimak tipe ini selalu berusaha mengajukan dan mencari jawaban terhadap sesuatu topik yang akan dibicarakan. Dia tidak memiliki waktu untuk menyimak.Dia telah siap dengan jawaban sebelum pembicara memulai pembicaraan.
e.    Suara pembicara tidak jelas
f.    Symbol linguistik yang dipakai tidak sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar